…Ibarat Bawang…
Posted on Juli 20, 2013 by SufiMuda
Tulisan Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat itu Satu yang pernah saya posting disini dan saya masukkan sebagai salah satu dari 40 tulisan terbaik di buku “Perjalanan Sufimuda Menemukan Tuhan Dalam Keseharian”
kiranya bisa menjawab pertanyan-pertanyaan tentang perlu atau tidaknya
seorang yang telah mencapai makrifat melaksanakan syariat atau
sebaliknya perlu atau tidaknya seorang yang telah paham tentang syariat
melaksanakan tingkatan selanjutanya yaitu tarekat. Ke-empat unsur
tersebut sebenarnya tidak bisa dipisahkan sama sekali, ibarat bawang
dengan kulit bawang.
Coba
amati bawang, yang mana disebut dengan kulit dan yang mana pula disebut
dengan isinya? Yang kita sebut sebagai kulit bawang itu tidak lain
adalah bagian dari bawang atau itulah bawang. Kalau kita kupas kulit
bawang akan muncul lagi kulit berikutnya, seterusnya sampai habis yang
didapat hanya kulit bawang. Lalu yang mana bawang? Keseluruhan kulit
yang di kupas itu lah yang disebut bawang.
Sama
halnya dengan agama, pelaksanaan ibadah berdasarkan tuntunan Al-Qur’an
dan Hadist yang terlihat dengan mata itu adalah syariat. Jika
pelaksanaan ibadah tersebut menggunakan metodologi atau teknis yang
sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Nabi dengan bimbingan ulama
pewaris Nabi maka pelaksanaan ibadah tersebut adalah Tarekat. Dengan
melaksanakan ibadah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw
kepada para sahabatnya, maka akan membuahkan hasil yaitu Hakikat dan
Makrifat yang tidak terlihat dengan mata.
Ulama
pewaris Nabi terbagi menjadi dua yaitu ulama yang mewarisi apa yang
tertulis berupa teks Al-Qur’an dan Hadist dengan segenap ilmu cara
membaca dan cara mengetahui keshahihan hadist yang diwarisi dari
generasi ke generasi. Ulama ini yang paling banyak di dunia, mengajarkan
manusia tentang agama secara akal pikiran manusia, mengajarkan apa yang
telah tertulis, mereka mengajarkan warisan teks Al-Qur’an. Ulama
berikut adalah pewaris dari Al-Qur’an yang hakiki, tidak berhuruf dan
tidak bersuara yang ditanamkan dalam dada Rasulullah kemudian diteruskan
kepada sahabat pilihan, diteruskan oleh para ulama pilihan yang tidak
lain adalah para Auliya Allah yang mulia.
Al-Qur’an
yang berupa getaran Maha Dahsyat ini lah yang mampu mengusir seluruh
tentara Iblis dalam dada manusia. Inilah yang disebut dalam Surat
Al-Waqiah ayat 79 bahwa Al-Qur’an yang tidak akan bisa disentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan.
Syariat mengartikan bahwa untuk memegang atau membaca Al-Qur’an harus
dalam kondisi suci, berwudhuk. Kalau makna hanya sebatas ini kadang kala
kita berfikir lalu kenapa orang-orang yang tidak dalam berwudhuk, non
muslim misalnya dengan mudah memegang al-Qur’an dan mempelajarinya walau
kondisi mereka tidak suci bahwa sebagian dari mereka sangat paham
dengan al-Qur’an
Al-Qur’an
yang tidak bisa disentuh kecuali oleh orang yang telah disucikan
bukanlah Al-Qur’an yang tertulis seperti yang kita kenal, bukan
al-Qur’an yang kita hapal dan tersimpan di dalam otak kita. Al-Qur’an
yang dimaksud adalah al-Qur’an hakiki berupa firman Allah yang tidak
berhuruf dan tidak bersuara yang langsung tertanam dalam dada Rasulullah
SAW. Al-Qur’an inilah yang mengandung energi Maha Dahsyat yang bisa
memusnahkan segala tentara Iblis dan menerangi Qalbu manusia. Itulah
sebabnya Guru Sufi mengatakan, “Tidak harus engkau menghapal seluruh
Al-Qur’an, hanya dengan satu ayat saja jika engkau bersambung dengan
Allah maka bacaanmu mengandung energi Maha Dahsyat yang dapat
dimanfaatkan untuk semua”.
Menjadi
renungan untuk kita semua bahwa kenapa bacaan Al-Qur’an tidak berbekas
dalam hidup kita, mungkin saja ibarat kabel yang tidak tersambung dengan
energi listrik, hanya kabel kosong saja. Kabel kosong tersebut tidak
mampu menerangi rumah, menghidupkan kipas angin dan keperluan lain
karena kabel tersebut tidak pernah tersambung dengan arus listrik. Kabel
tersebut hanyalah kabel kosong, kelihatan bagus tapi tidak memiliki
energi.
Uraian
di atas hanyalah salah satu bentuk penjelasan tentang syariat, tarekat,
hakikat dan makrifat itu satu, persis seperti bawang yang berlapis
lapis. Orang yang membaca al-Qur’an pada tahap syariat dengan orang yang
membaca al-Qur’an pada tahap makrifat sepintas lalu tidak terlihat
berbeda, mengeluarkan suara yang sama seperti manusia pada umumnya.
Yang membedakannya tidak terlihat dengan kasat mata, yang satu hanya
berupa bacaan sedangkan satu lagi memancarkan energi tak terhingga dari
Alam Ketuhanan.
Inilah yang di firmankan Allah dalam Hadist Qudsi :
“Laailaaha
illallaah (Kalimah Allah) itu adalah perkataan-Ku, ia adalah Aku, siapa
yang menyebutnya masuklah ke dalam Benteng-Ku, dan siapa yang masuk ke
dalam Benteng-Ku, maka terpelihara ia dari siksaan-Ku”. (HR. Syairazi).
Tentu bukan sembarang mengucapkan Laailaaha illallaah
yang menjadi benteng terhadap siksa Allah dari dunia sampai akhirat.
Memerlukan metode atau teknis pelaksanaan yang tepat sehingga ucapan
tersebut bukan sekedar ucapan yang seluruh manusia di muka bumi bisa
mengucapkan tapi ucapan tapi ucapan yang mengandung energi tak terhingga
sehingga bisa menjadi benteng Allah yang Maha Dahsyat.
Menutup
tulisan singkat ini, bahwa 4 unsur dalam agama yang membuat agama
menjadi sempurna tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang yang syariat tanpa berhakikat akan menjadi orang fasik yaitu orang yang tidak bermoral atau orang yang keras hatinya sedangkan orang yang berhakikat tanpa syariat maka dia termasuk ke dalam orang zindik yaitu orang yang menyelewengkan Agama, demikian pendapat Imam Malik. Wallahu A’lam bishawab!.