Minggu, 21 Juli 2013

…Ibarat Bawang…

bawangTulisan Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat itu Satu yang pernah saya posting disini dan saya masukkan sebagai salah satu dari 40 tulisan terbaik di buku “Perjalanan Sufimuda Menemukan Tuhan Dalam Keseharian” kiranya bisa menjawab pertanyan-pertanyaan tentang perlu atau tidaknya seorang yang telah mencapai makrifat melaksanakan syariat atau sebaliknya perlu atau  tidaknya seorang yang telah paham tentang syariat melaksanakan tingkatan selanjutanya yaitu tarekat. Ke-empat unsur tersebut sebenarnya tidak bisa dipisahkan sama sekali, ibarat bawang dengan kulit bawang.
Coba amati bawang, yang mana disebut dengan kulit dan yang mana pula disebut dengan isinya? Yang kita sebut sebagai kulit bawang itu tidak lain adalah bagian dari bawang atau itulah bawang. Kalau kita kupas kulit bawang akan muncul lagi kulit berikutnya, seterusnya sampai habis yang didapat hanya kulit bawang. Lalu yang mana bawang? Keseluruhan kulit yang di kupas itu lah yang disebut bawang.
Sama halnya dengan agama, pelaksanaan ibadah berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist yang terlihat dengan mata itu adalah syariat. Jika pelaksanaan ibadah tersebut menggunakan metodologi atau teknis yang sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Nabi dengan bimbingan ulama pewaris Nabi maka pelaksanaan ibadah tersebut adalah Tarekat. Dengan melaksanakan ibadah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada para sahabatnya, maka akan membuahkan hasil yaitu Hakikat dan Makrifat yang tidak terlihat dengan mata.
Ulama pewaris Nabi terbagi menjadi dua yaitu ulama yang mewarisi apa yang tertulis berupa teks Al-Qur’an dan Hadist dengan segenap ilmu cara membaca dan cara mengetahui keshahihan hadist yang diwarisi dari generasi ke generasi. Ulama ini yang paling banyak di dunia, mengajarkan manusia tentang agama secara akal pikiran manusia, mengajarkan apa yang telah tertulis, mereka mengajarkan warisan teks Al-Qur’an. Ulama berikut adalah pewaris dari Al-Qur’an yang hakiki, tidak berhuruf dan tidak bersuara yang ditanamkan dalam dada Rasulullah kemudian diteruskan kepada sahabat pilihan, diteruskan oleh para ulama pilihan yang tidak lain adalah para Auliya Allah yang mulia.
Al-Qur’an yang berupa getaran Maha Dahsyat ini lah yang mampu mengusir seluruh tentara Iblis dalam dada manusia. Inilah yang disebut dalam Surat Al-Waqiah ayat 79 bahwa Al-Qur’an yang tidak akan bisa disentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan. Syariat mengartikan bahwa untuk memegang atau membaca Al-Qur’an harus dalam kondisi suci, berwudhuk. Kalau makna hanya sebatas ini kadang kala kita berfikir lalu kenapa orang-orang yang tidak dalam berwudhuk, non muslim misalnya dengan mudah memegang al-Qur’an dan mempelajarinya walau kondisi mereka tidak suci bahwa sebagian dari mereka sangat paham dengan al-Qur’an
Al-Qur’an yang tidak bisa disentuh kecuali oleh orang yang telah disucikan bukanlah Al-Qur’an yang tertulis seperti yang kita kenal, bukan al-Qur’an yang kita hapal dan tersimpan di dalam otak kita. Al-Qur’an yang dimaksud adalah al-Qur’an hakiki berupa firman Allah yang tidak berhuruf dan tidak bersuara yang langsung tertanam dalam dada Rasulullah SAW. Al-Qur’an inilah yang mengandung energi Maha Dahsyat yang bisa memusnahkan segala tentara Iblis dan menerangi Qalbu manusia. Itulah sebabnya Guru Sufi mengatakan, “Tidak harus engkau menghapal seluruh Al-Qur’an, hanya dengan satu ayat saja jika engkau bersambung dengan Allah maka bacaanmu mengandung energi Maha Dahsyat yang dapat dimanfaatkan untuk semua”.
Menjadi renungan untuk kita semua bahwa kenapa bacaan Al-Qur’an tidak berbekas dalam hidup kita, mungkin saja ibarat kabel yang tidak tersambung dengan energi listrik, hanya kabel kosong saja. Kabel kosong tersebut tidak mampu menerangi rumah, menghidupkan kipas angin dan keperluan lain karena kabel tersebut tidak pernah tersambung dengan arus listrik. Kabel tersebut hanyalah kabel kosong, kelihatan bagus tapi tidak memiliki energi.
Uraian di atas hanyalah salah satu bentuk penjelasan tentang syariat, tarekat, hakikat dan makrifat itu satu, persis seperti bawang yang berlapis lapis. Orang yang membaca al-Qur’an pada tahap syariat dengan orang yang membaca al-Qur’an pada tahap makrifat sepintas lalu tidak terlihat berbeda, mengeluarkan suara yang sama seperti manusia pada umumnya.  Yang membedakannya tidak terlihat dengan kasat mata, yang satu hanya berupa bacaan sedangkan satu lagi memancarkan energi tak terhingga dari Alam Ketuhanan.
Inilah yang di firmankan Allah dalam Hadist Qudsi :
Laailaaha illallaah (Kalimah Allah) itu adalah perkataan-Ku, ia adalah Aku, siapa yang menyebutnya masuklah ke dalam Benteng-Ku, dan siapa yang masuk ke dalam Benteng-Ku, maka terpelihara ia dari siksaan-Ku”. (HR. Syairazi).
Tentu bukan sembarang mengucapkan Laailaaha illallaah yang menjadi benteng terhadap siksa Allah dari dunia sampai akhirat. Memerlukan metode atau teknis pelaksanaan yang tepat sehingga ucapan tersebut bukan sekedar ucapan yang seluruh manusia di muka bumi bisa mengucapkan tapi ucapan tapi ucapan yang mengandung energi tak terhingga sehingga bisa menjadi benteng Allah yang Maha Dahsyat.
Menutup tulisan singkat ini, bahwa 4 unsur dalam agama yang membuat agama menjadi sempurna tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang yang syariat tanpa berhakikat akan menjadi orang fasik yaitu orang yang tidak bermoral atau orang yang keras hatinya sedangkan orang yang berhakikat tanpa syariat maka dia termasuk ke dalam orang zindik yaitu orang yang menyelewengkan Agama, demikian pendapat Imam Malik. Wallahu A’lam bishawab!.

Detik-detik Wafatnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani

MakamJasadnya memang sudah terkubur lebih dari delapan abad. Namun nama dan tauladan hidupnya tetap membekas kuat di kalangan umat Islam. Dialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani, ulama sufi kelahiran Persia yang kemasyhurannya setingkat dunia.
Syekh Abdul Qadir terkenal sebagai pribadi yang teguh dalam berprinsip, sang pencari sejati, dan penyuara kebenaran kepada siapapun, dan dengan risiko apapun. Usianya dihabiskan untuk menekuni jalan tasawuf, hingga ia mengalami pengalaman spiritual dahsyat yang mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Jejak Syekh Abdul Qadir juga dijumpai dalam belasan karya orisinalnya.
Selain mewarisi banyak karya tulisan, Syekh Abdul Qadir meninggalkan beberapa buah nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syekh didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan.
”Berilah aku wasiat, wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepergian ayah nanti?” tanya putra sulungnya, Abdul Wahab.
”Engkau harus senantiasa bertaqwa kepada Allah. Jangan takut kepada siapapun, kecuali Allah. Setiap kebutuhan mintalah kepada-Nya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah.
”Aku diumpamakan seperti batang yang tanpa kulit,” sambung Syekh Abdul Qadir. ”Menjauhlah kalian dari sisiku sebab yang bersamamu itu hanyalah tubuh lahiriah saja, sementara selain kalian, aku bersama dengan batinku.”
Putra lainnya, Abdul Azis, bertanya tentang keadaannya. ”Jangan bertanya tentang apapun dan siapapun kepadaku. Aku sedang kembali dalam ilmu Allah,” sahut Syekh Abdul Qadir.
Ketika ditanya Abdul Jabar, putranya yang lain, ”Apakah yang dapat ayahanda rasakan dari tubuh ayahanda?” Syekh Abdul Qadir menjawab, ”Seluruh anggota tubuhku terasa sakit kecuali hatiku. Bagaimana ia dapat sakit, sedang ia benar-benar bersama dengan Allah.”
”Mintalah tolong kepada Tuhan yang tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Dia. Dialah Dzat yang hidup, tidak akan mati, tidak pernah takut karena kehilangannya.” Kematian pun segera menghampiri Syekh Abdul Qadir.
Syekh Abdul Qadir al-Jainlani menghembuskan nafas terakhir di Baghdad, Sabtu bakda maghrib, 9 Rabiul Akhir 561 H atau 15 Januari 1166 M, pada usia 89 tahun. Dunia berduka atas kepulangannya, tapi generasi penerus hingga sekarang tetap setia melanjutkan ajaran dan perjuangannya. (Mahbib Khoiron)
Sumber : nu.or.id

Jumat, 12 Juli 2013

Dialog Bung Karno dan Kadirun Yahya



Suatu hari, pada sekitar bulan Juli 1965, Bung Karno berdialog dengan Kadirun Yahya, anggota dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU).
Bung Karno (BK): Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu, tapi semua jawaban tidak ada yang memuaskan saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en metaphysica-man.
Kadirun Yahya (KY): Apa soalnya Bapak Presiden?
BK: Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain, sebelum saya memajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi, presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan surga-schap?
KY: Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.
BK: Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor (sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan pertanyaan pokok, saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga.
Bunyinya kira-kira begini: Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!!! Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya, berpuluh tahun itu pun barangkali. Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you explain it Professor? Waar zit‘t geheim?
Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri meminta kertas.
KY: Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam dua menit, saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Bung karno adalah seorang insinyur dan Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama: eksakta.
KY menulis dikertas:10/10 = 1.
BK menjawab: Ya.
KY: 10/100 = 1/10.
BK: Ya.
KY: 10/1000 = 1/100.
BK: Ya.
KY: 10/bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
KY: 1000000/ bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
KY: Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
KY: Dosa dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
KY: Nah…, 1 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x bilangan tak berhingga = tak berhingga. Perlu diingat bahwa Allah adalah Mahatakberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya dengan Yang Mahaakbar, mengikutsertakan Yang Mahabesar dalam gerakkannya, maka hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung dihadapkan pada dosanya yang banyak, maka pada saat itu pula dosanya hancur berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak berhingga)/dosa = tak berhingga.
BK diam sejenak lalu bertanya: Bagaimana ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan?
KY: Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja, walaupun 1mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama.
BK berdiri dan berucap: Professor, you are marvelous, you are wonderful, enourmous. Kemudian aia merangkul KY dan berkata: Profesor, doakan saya supaya saya dapat mati dengan senyum di belakang hari.
Beberapa tahun kemudian, Bung karno meninggal dunia. Resensi-resensi harian-harian dan majalah-majalah ibukota yang mengkover kepergian beliau, selalu memberitakan bahwa beliau dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya. []
dialog tersebut ada di Capita Selekta jilid I hal. 23.
thanks moga manfaat